TANGGUNG
JAWAB KEPEMIMPINAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Gelar
pemimpin umat adalah layak diberikan kepada mereka yang mampu memecahkan segala
persoalan yang dihadapi umat itu dan menghantarkannya dengan selamat sampai
pada tujuan yang dicita-citakan. Orang yang menghantarkan tidak harus berjalan
di depan, kadang-kadang disamping, di tengah, di mana saja menurut jalan
keadaan jalannya, diperlukan guna keselamatan orang yang diantarkannya.
Tidak
hanya sekedar mengantar para anggotanya agar sampai pada tujuan yang
diharapkannya. Seorang pemimpin juga harus memilki suatu komitmen yang didukung
oleh kemampuan, integritas, kepekaan terhadap perubahan dan perkembangan yang
terjadi di sekelilingnya dan juga dia memiliki keberanian untuk menegakkan
keadilan dan kebenaran.
Namun
dewasa ini kalau kita melihat realita yang ada sulit sekali kita mendapati
pemimpin yang memiliki kriteria yang telah disebutkan di atas. Banyak pemimpin
kita yang sudah tidak lagi mementingkan nasib dan kemauan rakyat. Mereka hanya
mementingkan ego pribadi demi mementingkan kesejahteraan bagi dirinya sendiri
dan keluarganya. Mereka tidak pernah tahu kalau suatu saat kepemimpinannya
bakal dipertanggungjawabkan di kemudian hari. Adanya hal semacam ini
dikarenakan lemahnya tingkat keimanan seorang pemimpin sehingga dia mudah
terpengaruh oleh hal-hal yang negatif.
Berangkat
dari kenyataan yang terjadi tersebut, maka perlu adanya reformulasi ulang
terhadap bagaimana cara menjadi pemimpin yang senantiasa bertanggung jawab
terhadap rakyatnya dan mampu melayani masyarakat dengan baik dan sesuai dengan
apa yang diperintahkan oleh agama. Melalui pembacaan hadis, makalah yang kami
buat berusaha menyajikan suatu pemahaman terhadap bagaimana mencetak pemimpin
yang bertanggung jawab dan mampu memberikan pelayanan terhadap masyarakat
secara baik.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Apakah setiap muslim itu pemimpin?
2.
Apakah pemimpin itu pelayan masyarakat?
3.
Sebatas apa kita taat kepada pemimpin?
1.3.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui bagaimana pemimpin yang adil.
2.
Mengetahui bagaimana tanggung jawab seorang pemimpin .
3.
Mengetahui seorang pemimpin dalam pandangan islam.
4.
Mengetahui balasan bagi pemimpin yang berbuat adil maupun yang tidak adil.
BAB
II
PEMBAHASAN
TANGGUNG
JAWAB KEPEMIMPINAN
2.1.
Setiap Muslim Adalah Pemimpin
حَديْثُ عَبْدِاللهِ ابْ
نِعُمَرَ رَضِيَ ه اللَُّ عَنْهُمَا أَ ه ن رَسُولَ ه اللَِّ
صَلهى ه اللَُّ عَلَيْهِ
وَسَلهمَ يَقُولُ كُ لُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ
عَنْ رَعِيهتِهِ
الِْْمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيهتِهِ وَال ه رجُلُ
رَاعٍ فِي أَهْ لِهِ
وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيهتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ
فِي بَيْتِ زَوْجِهَا
وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيهتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ
فِي مَالِ سَيِِّدِهِ
وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيهتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ
٤۹ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيهتِهِ. ) أخرخه البخاري فى:
: با ب كراهيةالتطاول على
الرفق ١٧ كتاب العتق :
)
Artinya:
“Abdullah bin Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW. telah bersabda,”Kalian
semuanya adalah pemimpin (pemelihara) dam bertanggung jawab terhadap rakyatnya.
Pemimpin akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Suami pemimpin
keluarganya dan akan ditanya tentang keluarga yang dipimpinnya. Istri
memelihara rumah suami dan anak-anaknya dan akan ditanya tentang hal yang
dipimpinnya. Seorang hamba (buruh) memlihara harta milik majikannya dan akan
ditanya tentang pemeliharaannya. Camkanlah bahwa kalian semua pemimpin dan akan
dituntut (diminta pertnggung jawaban) tentang hal yang dipimpinya.”
(Dikeluarkan
oleh Imam Bukhari dalam kitab “Budak”, Bab:”Dibencinya memperpanjang
perbudakan.”)
Hadis
di atas sangat jelas menerangkan tentang kepemimpinan setiap orang muslim dalam
berbagai posisi dan tingkatannya. Mulai dari pemimpin rakyat sampai tingkatan
penggembala, bahkan sebenarnya tersirat sampai tingkatan memimpin diri sendiri.
Kepemimpinan
setiap orang muslim dalam berbagai posisi dan tingkatannya. Mulai dari
tingkatan pemimpin rakyat sampai tingkatan pemimpin terhadap diri sendiri.
Semua orang pasti memiliki tanggung jawab dan akan dimintai
pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. atas kepemimpinannya kelak di akhirat.
Dengan
demikian, setiap orang Islam harus berusaha untuk menjadi pemimpin yang paling
baik dan segala tindakannya tanpa disadari kepentingan pribadi atau kepentingan
golongan tertentu. Akan tetapi, pemimpin yang adil dan betul-betul
memperhatikan dan berbuat sesuai dengan aspirasi rakyatnya, sebagaimana
diperintahkan oleh Allah SWT. dalam Al-Quran :
اِنَّ اللهَ
يَأْمُرُبِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ . ) النحل : . ۹ )
Artinya
:
“Sesungguhnya
Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat baik.” (Q.S. An-Nahl).
Semua
orang yang hidup di muka bumi ini disebut sebagai pemimpin. Karenanya, sebagai
pemimpin, mereka semua memikul tanggung jawab, sekurang-kurangnya terhadap
dirinya sendiri. Seorang suami bertanggung jawab atas istrinya, seorang bapak
bertangung jawab kepada anak-anaknya, seorang majikan betanggung jawab kepada
pekerjanya, seorang atasan bertanggung jawab kepada bawahannya, dan seorang
presiden, bupati, dan gubernur bertanggung jawab kepada rakyat yang
dipimpinnya.
Akan
tetapi, tanggung jawab di sini bukan semata-mata bermakna melaksanakan tugas
lalu setelah itu selesai dan tidak menyisakan dampak (atsar) bagi yang
dipimpin. Melainkan lebih dari itu, yang dimaksud tanggung jawab di sini adalah
lebih berarti upaya seorang pemimpin untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pihak
yang dipimpin.
Kesimpulannya
Setiap muslim adalah pemimpin jadi Ia harus sangat berhati-hati apa yang di
kerjakannya sehingga ketika di minta pertanggung jawaban tentang apa yang di
kerjakannya Ia bisa bertanggung jawab atas hal itu.
2.2.
Pemimpin Pelayan Masyarakat
حَدِيْثُ مَعْقَلِ بْنِ
يَسَارٍ عَنِ الَْْسَنِ أَنَّ عُبَ يْدَ اللهِ بْنِ زِيََدٍ عَادَ
مَعْقَلَ بْنَ يَسَارٍ فِِ
مَرَضِهِ الَّذِيْ مَاتَ فِيْهِ، فَ قَالَ لَهُ مَعْقَلٌ: إِ يِ نِْ
مَُُ ي دِثُكَ حَدِيْ ثًا
سََِعْتُهُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَل مَ سََِعْتُ
النَّبَِِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَ قُوْلُ: مَنْ مِنْ عَبْدٍ اِسْتَ رْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً
فَ لَمْ يََُطْهَا
بِنَصِيْحَةٍ إِلاَّ لََْ يََِدْ رَائِحَةَ الَْْنَّةِ. )أخرجه البخاري
كتاب الأحكام: باب من
استرعى رعية فلم ينصح 93فِ- )
Artinya:
“Al-Hasan berkata, Ubaidillah bin Ziyad menjenguk Ma’qad bin Yasar r.a. ketika
ia sakit yang menyebabkan kematiannya, maka Ma’qal berkata kepada Ubaidillah
bin Ziyaad, “Aku akan menyampaikan kepadamu sebuah hadis yang telah aku dengar
dari Rasulullah SAW., aku telah mendengar Nabi SAW. bersabda,”Tiada seorang
hamba yang diberi amanat rakyat oleh Allah tidak akan merasakan padanya
harumnya surga (melainkan tidak mendapat bau surga).”
(Dikeluarkan
oleh imam bukhari dalam kitab “Hukum-hukum,” bab:”Orang yang diberi amanat
kepemimpinan.”(
Dalam
pandangan Islam, seorang pemimpin adalah orang yang diberi amanat oleh Allah
SWT. untuk memimpin rakyat, yang di akhirat kelak akan dimintai
pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. Pemimpin harus berusaha memosisikan
dirinya sebagai pelayan dan pengayom masyarakat. Allah dan Rasul-Nya sangat
peduli terhadap hambanya agar terjaga dari kezaliman para pemimpin yang kejam
dan tidak bertanggung jawab.
Pemimpin
zalim yang tidak mau mengayomi dan melayani rakyatnya diancam tidak akan pernah
mencium harumnya surga apalagi memasukinya. Oleh Karena itu, agar kaum muslim
terhindar dari pemimpin yang zalim, berhati-hatilah dalam memilih seorang pemimpin.
Pemilihan pemimpin harus betul-betul didasarkan pada kualitas, integritas,
loyalitas, dan yang paling penting adalah perilaku keagamaanya.
Dalam
syarah riyadhus shalihin yang dijelaskan oleh syekh Muhammad bin Shalih
al-Utsaimin, wajib bagi seorang yang memegang tonggak kepemimpinan untuk
bersikap lemah lembut kepada rakyatnya, berbuat baik dan selalu memperhatikan
kemaslahatan mereka dengan mempekerjakan orang-orang yang ahli dalam bidangnya.
Menolak bahaya yang menimpa mereka. Karena seorang pemimpin akan
mempertanggungjawabkan kepemimpinannya dihadapan Allah ta’ala.
2.3.
Batas Ketaatan Kepada Pemimpin
Ketaatan
terhadap seorang pemimpin sangat tinggi dalam agama Islam. Namun, bukan berarti
ketaatan yang tanpa batas karena kewajiban taat kepada seorang pemimpin
hanyalah dalam hal-hal yang tidak berhubungan dengan kemaksiatan (dosa).
Apabila pemimpin memerintahkan bawahnya untuk berbuat dosa, perintah itu
tidaklah wajib ditaati, bahkan bawahanya harus mengingatnya.
Dalam
kehidupan nyata, tidak jarang terdapat seorang pemimpin menyalahgunakan
kekuasaan guna mencapai keinginan dan kepuasan hawa nafsunya. Tidak jarang
pula, untuk menggapai cita-citanya tersebut, dia memerintahkan kepada para
bawahanya (rakyatnya) untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang sebenarnya
dilarang oleh agama. Dengan demikian, Islam melarang untuk menaati perintahnya.
Perintah
yang sesuai dengan yang diperintahkan Allah ta’ala maka wajib ditaati. Mereka
memerintahkan kemaksiatan, maka tidak perlu mendengarkan dan mentaati mereka
apapun yang terjadi jika kamu disiksa oleh mereka disebabkan hal ini (tidak
mentaati) maka mereka akan dibalas pada hari kiamat oleh Allah SWT.
Mereka
memerintahkan sesuatu yang di dalamnya tidak ada perintah atau larangan syar’i,
di dalam hal ini wajib mentaati mereka, jika tidak mentaati termasuk
orang-orang yang berdosa, dan penguasa berhak memberi hukuman dengan sesuatu
yang mereka pandang sesuai, karena telah melanggar perintah Allah dalam
mentaati mereka.
Maka
dari itu wajib mendengar dan patuh kepada perintah pemimpinnya, selama yang
diperintahkannya itu tidak merupakan perbuatan maksiat. Apabila yang
diperintahkan itu merupakan perbuatan maksiat yang tidak dibenarkan oleh
syara’, maka rakyat tidak boleh mendengar dan mematuhi perintah itu. Misalnya,
pemimpin itu melarang wanita muslim mengenakan jilbab, pemimpin yang menyuruh
untuk melakukan perjudian dan masih banyak contoh yang lain.
Kriteria-kriteria
pemimpin yang wajib ditaati :
1.
Islam.
2.
Mengikuti perintah-perintah Allah dsan Rasul-Nya.
3.
Menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat munkar.
4.
Lebih mementingkan kepentingan umat dari pada kepentingan pribadi.
5.
Tidak mendzalimi umat Islam.
6.
Memberikan teladan dalam beribadah.
2.4.
Tanggung Jawab Seorang Pemimpin
1.
Berbuat baik dan bersikap seadil-adilnya terhadap apa yang dipimpinnya dan
sebijaksa mungkin dalam melaksanakan tugasnya sesuai perintah Allah SWT.
2.
Bersikap jujur dan amanah
3.
Bijaksana terhadap apa yang dipimpinnya
4.
Melaksanakan tugas kepemimpinannya
5.
Bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya
6.
Menciptakan keharmonisan atara dirinya dengan yang dipimpinnya.
2.5.
Macam-macam Tanggung Jawab
Dikenal
jenis-jenis atau macam-macam dari tanggung jawab, yaitu:
1. Tanggung
jawab manusia terhadap diri sendiri
Menurut
sifatnya manusia adalah makhluk bermoral. Akan tetapi manusia juga seorang
pribadi, dan sebagai makhluk pribadi manusia mempunyai pendapat sendiri,
perasaan sendiri, angan-angan untuk berbuat ataupun bertindak, sudah barang
tentu apabila perbuatan dan tindakan tersebut dihadapan orang banyak, bisa jadi
mengundang kekeliruan dan juga kesalahan. Untuk itulah agar maanusia itu dalam
mengisi kehidupannya memperoleh makna, maka atas diri manusia perlu diberi Tanggung
Jawab
2.
Tanggung jawab kepada keluarga
Tiap
anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung Jawab ini
menyangkut nama baik keluarga. Tetapi Tanggung Jawab juga merupakan
kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.
3.
Tanggung jawab kepada masyarakat
Secara
kodrati dari sejak lahir sampai manusia mati, memerlukan bantuan orang lain.
Terlebih lagi pada zaman yang sudah semakin maju ini. Secara langsung maupun
tidak langsung manusia membutuhkan hasil karya dan jasa orang lain untuk
memenuhi segala kebutuhan hidup. Dalam kondisi inilah manusia membutuhkan dan
kerjasama dengan orang lain.
Dalam
semua ini nampak bahwa dalam mempertahankan hidup dan mengejar kehidupan yang
lebih baik, manusia mustahil dapat mutlak berdiri sendiri tanpa bantuan atau
kerjasama dengan orang lain. Kesadaran demikian melahirkan kesadaran bahwa
setiap manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa yang terbaik bagi orang
lain dan masyarakat. Boleh jadi inilah Tanggung Jawab manusia yang utama dalam
hidup kaitannya dengan masyarakat.
4.
Tanggung jawab terhadap negara atau bangsa
Satu
kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individual adalah warga nagara suatu
negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat
olah norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak
dapat berbuat semau sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus
bertanggung jawab kepada negara.
5.
Tanggung jawab terhadap Tuhan
Manusia
ada tidak dengan sendirimya, tetapi merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Dalam
mengembangkan dirinya manusia bertingkah laku dan berbuat. Manusia harus
bertanggung jawab atas segala perbuatan yang salah itu atau dengan istilah
agama atas segala dosanya.4
Dalam
kehidupan sehari-hari manusia bersembahyang sesuai dengan perintah Tuhan.
Apabila tidak bersembahyang, maka manusia itu harus mempertanggung jawabkan
kelalaiannya itu diakhirat kelak.
2.6.
Balasan Bagi Perilaku Seorang Pemimpin Terhadap yang Dipimpinnya
Ø Hukuman bagi pemimpin yang menipu rakyat
حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ
فَرُّوخَ حَدَّثَنَا أَبُو الْْشَْهَبِ عَنْ الْحَسَنِ
قَالَ عَادَ عُبَيْدُ
اللََِّّ بْنُ زِيَادٍ مَعْقِلَ بْنَ يَسَارٍ الْمُزنِيَّ فِي
مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ
فِيهِ قَالَ مَعْقِلٌ إِن ي مُحَدِ ثُكَ حَدِيثًا
سَمِعْتُهُ مِنْ رَ سُولِ
اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ عَلِمْتُ
أَنَّ لِي حَيَاةً مَا
حَدَّثْتُكَ إِن ي سَمِعْتُ رَسُولَ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللََُّّ رَعِيَّةً يَمُوتُ
يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ
غَاشٌّ لرَعِيَّتِهِ إِلََّّ حَرَّمَ اللََُّّ عَلَيْهِ الْجَنَّة 4
Artinya:
“Abu ja’la (ma’qil) bin jasar r.a berkata: saya telah mendengar rasulullah saw
bersabda: tiada seorang yang diamanati oleh allah memimpin rakyat kemudian
ketika ia mati ia masih menipu rakyatnya, melainkan pasti allah mengharamkan
baginya surga.” ( H.R. Bukhari dan Muslim)5
Penjelasan:
Kejujuran
adalah modal yang paling mendasar dalam sebuah kepemimpinan. Tanpa kejujuran,
kepemimpinan ibarat bangunan tanpa fondasi, dari luar nampak megah namun di
dalamnya rapuh dan tak bisa bertahan lama. Begitu pula dengan kepemimpinan,
bila tidak didasarkan atas kejujuran orang-orang yang terlibat di dalamnya,
maka jangan harap kepemimpinan itu akan berjalan dengan baik. Namun kejujuran
di sini tidak bisa hanya mengandalakan pada satu orang saja, kepada pemimpin
saja misalkan. Akan tetapi semua komponen yang terlibat di dalamnya, baik itu
pemimpinnya, pembantunya, staf-stafnya, hingga struktur yang paling bawah dalam
kepemimpnan ini, semisal tukang sapunya, harus menjunjung tinggi nilai-nilai
kejujuran. Hal itu karena tidak sedikit dalam sebuah kepemimpinan, atau sebuah
organisasi, terdapat pihak yang jujur namun juga terdapat pihak yang tidak
jujur. Bila pemimpinnya jujur namun staf-stafnya tidak jujur, maka kepemimpinan
itu juga akan rapuh. Begitu pula sebaliknya.
Namun
secara garis besar, yang sangat ditekankan dalam hadis ini adalah seorang
pemimpin harus memberikan suri tauladan yang baik kepada pihak-pihak yang
dipimpinnya. Suri tauladan ini tentunya harus diwujudkan dalam bentuk
kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan pemimpin yang tidak menipu dan
melukai hati rakyatnya. Pemimpin yang menipu dan melukai hati rakyat, dalam
hadis ini disebutkan, diharamkan oleh Allah untuk mengninjakkan kaki si surga.
Meski hukuman ini nampak kurang kejam, karena hanya hukuman di akhirat dan
tidak menyertakan hukuman di dunia, namun sebenarnya hukuman “haram masuk
surga” ini mencerminkan betapa murkanya allah terhadap pemimpin yang tidak jujur
dan suka menipu rakayat.
Ø Surga bagi pemimpin yang adil
حَدَّثَنِي أَبُو غَسَّانَ
الْمِسْمَعِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ
بْنُ بَشَّارِ بْنِ
عُثْمَانَ وَاللَّفْظُ لِْبَِي غَسَّانَ وَابْنِ الْمُثَنَّى
قَالََّ حَدَّثَنَا
مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ قَتَاد ةَ عَنْ
مُطَ رفِ بْنِ عَبْدِ
اللََِّّ بْنِ ال ش خيرِ عَنْ عِيَاضِ بْنِ حِمَارٍ
الْمُجَاشِعِ ي أَنَّ
رَسُولَ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَهْلُ
الْجَنَّةِ ثَلََثَةٌ ذُو
سُلْطَانٍ مُقْسِطٌ مُتَصَدِ قٌ مُوَفَّقٌ وَرَجُلٌ
رَحِيمٌ رَقِيقُ الْقَلْبِ
لِكُ ل ذِي قُرْبَى وَمُسْلِمٍ وَعَفِيفٌ
مُتَعَفِ فٌ ذُو عِيَالٍ
Artinya:
“Ijadl bin himar r.a berkata: saya telah mendengar rasulullah SAW. bersabda:
orang-orang ahli surga ada tiga macam: raja yang adil, mendapat taufiq hidayat
( dari Allah). Dan orang belas kasih lunak hati pada sanak kerabat dan orang
muslim. Dan orang miskin berkeluarga yang tetap menjaga kesopanan dan
kehormatan diri.” ( H.R. Muslim).6
6
Soenarto, Ahmad. Terjemahan Riyadus Shalihin. (Jakarta: Pustaka Amin, 1999)
Penjelasan:
Bila
yang pertama tadi Allah akan menjamin pemimpin yang berbuat adil dengan jaminan
naungan rahmat dari Allah, dan hadis selanjutnya menjamin dengan jaminan mimbar
yang terbuat dari cahaya, maka jaminan yang ke tiga ini adalah jaminan sorga.
Ketiga jaminan di atas tentunya bukan sekedar jaminan biasa, melainkan semua
jaminan itu menunjukkan betapa Islam sangat menekankan pentingnya sikap
keadilan bagi seorang peimimpin. Rasulullah SAW. tidak mungkin memberikan
jaminan begitu tinggi kepada seseorang kecuali seseorang itu benar-benar
dituntut untuk melakukan hal yang sangat ditekankan dalam Islam. Dan keadilan
adalah perkara penting yang sangat ditekankan dalam Islam. Oleh karena itu,
siapa yang menjunjung tinggi keadilan, niscaya orang tersebut akan mendapat
jaminan yang tinggi dari Islam (Allah), baik di dunia, maupun di akhirat.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Semua
orang adalah pemimpin yang memiliki tanggung jawab dan akan dimintai
pertanggung jawabannya oleh Allah SWT. atas kepemimpinannya kelak di akhirat.
Setiap orang harus menjadi pemimpin yang paling baik dan harus berlaku adil
dalam memimpin rakyatnya sesuai yang diperintahkan oleh Allah SWT. sehingga
rakyatnya hidup sejahtera.
Pemimpin
zalim yang tidak mau mengayomi dan melayani rakyatnya diancam tidak akan pernah
mencium harumnya surga apalagi memasukinya. Maka dari itu, pemimpin harus
menjaga kepercayaan yang sudah diberikan kepada rakyatnya untuk menjadi seorang
pemimpin.
3.2.
Saran
Jika
seseorang sudah dipercaya untuk menjadi seorang pemimpin, maka dia harus mampu
memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin, bukan hanya dia, kita
semua juga harus bertanggung jawab, karena kita juga merupakan pemimpin, yang
umumnya pemimpin diri kita sendiri maka. Kita harus mampu membawa atau
mengendalikan diri kita dengan baik, karena pada akhirnya semua orang akan
diminta pertanggung jawaban apa yang dipimpinnya di akhirat kelak.
DAFTAR
PUSTAKA
An
Nawawi, Riyadhus Shalihin Dar Al-Kitab Al-Azabi, Mesir 1955
Ash-shiddiqy,
TM. Hasby.1986. Mutiara Hadis. Jakarta: Bulan Bintang
Muhammad
Fuad Abd Al-Baq’, Al-Lu’lu’ Wa Al-Marzan, Dar Al-Fikr, Beirut.
Rachmat
Syafe’i. 2000. Al-Hadis Aqidah, Akhlaq, Sosial, Dan Hukum. Bandung: Pustaka
Setia
Soenarto,
Ahmad. 1999. Terjemahan Riyadus Shalihin. Jakarta: Pustaka Amin
Suyadi,
M.P. 1984. Buku Materi Pokok Ilmu Budaya Dasar. Depdikbud U.T.
1984.
http://imeldablogadress.blogspot.co.id/2016/01/tanggung-jawab-dalam-
kepemimpinan.html
http://contohmakalahpai.blogspot.co.id/2015/05/makalah-tanggung-jawab-
kepemimpinan.html
0 komentar:
Posting Komentar