Selasa, Januari 10, 2017
0
TANGGUNG JAWAB KEPEMIMPINAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gelar pemimpin umat adalah layak diberikan kepada mereka yang mampu memecahkan segala persoalan yang dihadapi umat itu dan menghantarkannya dengan selamat sampai pada tujuan yang dicita-citakan. Orang yang menghantarkan tidak harus berjalan di depan, kadang-kadang disamping, di tengah, di mana saja menurut jalan keadaan jalannya, diperlukan guna keselamatan orang yang diantarkannya.
Tidak hanya sekedar mengantar para anggotanya agar sampai pada tujuan yang diharapkannya. Seorang pemimpin juga harus memilki suatu komitmen yang didukung oleh kemampuan, integritas, kepekaan terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi di sekelilingnya dan juga dia memiliki keberanian untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.
Namun dewasa ini kalau kita melihat realita yang ada sulit sekali kita mendapati pemimpin yang memiliki kriteria yang telah disebutkan di atas. Banyak pemimpin kita yang sudah tidak lagi mementingkan nasib dan kemauan rakyat. Mereka hanya mementingkan ego pribadi demi mementingkan kesejahteraan bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Mereka tidak pernah tahu kalau suatu saat kepemimpinannya bakal dipertanggungjawabkan di kemudian hari. Adanya hal semacam ini dikarenakan lemahnya tingkat keimanan seorang pemimpin sehingga dia mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif.
Berangkat dari kenyataan yang terjadi tersebut, maka perlu adanya reformulasi ulang terhadap bagaimana cara menjadi pemimpin yang senantiasa bertanggung jawab terhadap rakyatnya dan mampu melayani masyarakat dengan baik dan sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh agama. Melalui pembacaan hadis, makalah yang kami buat berusaha menyajikan suatu pemahaman terhadap bagaimana mencetak pemimpin yang bertanggung jawab dan mampu memberikan pelayanan terhadap masyarakat secara baik.

1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah setiap muslim itu pemimpin?
2. Apakah pemimpin itu pelayan masyarakat?
3. Sebatas apa kita taat kepada pemimpin?

1.3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui bagaimana pemimpin yang adil.
2. Mengetahui bagaimana tanggung jawab seorang pemimpin .
3. Mengetahui seorang pemimpin dalam pandangan islam.
4. Mengetahui balasan bagi pemimpin yang berbuat adil maupun yang tidak adil.

BAB II
PEMBAHASAN
TANGGUNG JAWAB KEPEMIMPINAN

2.1. Setiap Muslim Adalah Pemimpin

 حَديْثُ عَبْدِاللهِ ابْ نِعُمَرَ رَضِيَ ه اللَُّ عَنْهُمَا أَ ه ن رَسُولَ ه اللَِّ
صَلهى ه اللَُّ عَلَيْهِ وَسَلهمَ يَقُولُ كُ لُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ
عَنْ رَعِيهتِهِ الِْْمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيهتِهِ وَال ه رجُلُ
رَاعٍ فِي أَهْ لِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيهتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ
فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيهتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ
فِي مَالِ سَيِِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيهتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ
٤۹ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيهتِهِ. ) أخرخه البخاري فى:
: با ب كراهيةالتطاول على الرفق ١٧ كتاب العتق :
)
Artinya: “Abdullah bin Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW. telah bersabda,”Kalian semuanya adalah pemimpin (pemelihara) dam bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Pemimpin akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Suami pemimpin keluarganya dan akan ditanya tentang keluarga yang dipimpinnya. Istri memelihara rumah suami dan anak-anaknya dan akan ditanya tentang hal yang dipimpinnya. Seorang hamba (buruh) memlihara harta milik majikannya dan akan ditanya tentang pemeliharaannya. Camkanlah bahwa kalian semua pemimpin dan akan dituntut (diminta pertnggung jawaban) tentang hal yang dipimpinya.”
(Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam kitab “Budak”, Bab:”Dibencinya memperpanjang perbudakan.”)
Hadis di atas sangat jelas menerangkan tentang kepemimpinan setiap orang muslim dalam berbagai posisi dan tingkatannya. Mulai dari pemimpin rakyat sampai tingkatan penggembala, bahkan sebenarnya tersirat sampai tingkatan memimpin diri sendiri.
Kepemimpinan setiap orang muslim dalam berbagai posisi dan tingkatannya. Mulai dari tingkatan pemimpin rakyat sampai tingkatan pemimpin terhadap diri sendiri. Semua orang pasti memiliki tanggung jawab dan akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. atas kepemimpinannya kelak di akhirat.
Dengan demikian, setiap orang Islam harus berusaha untuk menjadi pemimpin yang paling baik dan segala tindakannya tanpa disadari kepentingan pribadi atau kepentingan golongan tertentu. Akan tetapi, pemimpin yang adil dan betul-betul memperhatikan dan berbuat sesuai dengan aspirasi rakyatnya, sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT. dalam Al-Quran :

اِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ . ) النحل : . ۹ )

Artinya :
“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat baik.” (Q.S. An-Nahl).
Semua orang yang hidup di muka bumi ini disebut sebagai pemimpin. Karenanya, sebagai pemimpin, mereka semua memikul tanggung jawab, sekurang-kurangnya terhadap dirinya sendiri. Seorang suami bertanggung jawab atas istrinya, seorang bapak bertangung jawab kepada anak-anaknya, seorang majikan betanggung jawab kepada pekerjanya, seorang atasan bertanggung jawab kepada bawahannya, dan seorang presiden, bupati, dan gubernur bertanggung jawab kepada rakyat yang dipimpinnya.
Akan tetapi, tanggung jawab di sini bukan semata-mata bermakna melaksanakan tugas lalu setelah itu selesai dan tidak menyisakan dampak (atsar) bagi yang dipimpin. Melainkan lebih dari itu, yang dimaksud tanggung jawab di sini adalah lebih berarti upaya seorang pemimpin untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pihak yang dipimpin.
Kesimpulannya Setiap muslim adalah pemimpin jadi Ia harus sangat berhati-hati apa yang di kerjakannya sehingga ketika di minta pertanggung jawaban tentang apa yang di kerjakannya Ia bisa bertanggung jawab atas hal itu.

2.2. Pemimpin Pelayan Masyarakat 

حَدِيْثُ مَعْقَلِ بْنِ يَسَارٍ عَنِ الَْْسَنِ أَنَّ عُبَ يْدَ اللهِ بْنِ زِيََدٍ عَادَ
مَعْقَلَ بْنَ يَسَارٍ فِِ مَرَضِهِ الَّذِيْ مَاتَ فِيْهِ، فَ قَالَ لَهُ مَعْقَلٌ: إِ يِ نِْ
مَُُ ي دِثُكَ حَدِيْ ثًا سََِعْتُهُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَل مَ سََِعْتُ
النَّبَِِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَ قُوْلُ: مَنْ مِنْ عَبْدٍ اِسْتَ رْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً
فَ لَمْ يََُطْهَا بِنَصِيْحَةٍ إِلاَّ لََْ يََِدْ رَائِحَةَ الَْْنَّةِ. )أخرجه البخاري
كتاب الأحكام: باب من استرعى رعية فلم ينصح 93فِ- )

Artinya: “Al-Hasan berkata, Ubaidillah bin Ziyad menjenguk Ma’qad bin Yasar r.a. ketika ia sakit yang menyebabkan kematiannya, maka Ma’qal berkata kepada Ubaidillah bin Ziyaad, “Aku akan menyampaikan kepadamu sebuah hadis yang telah aku dengar dari Rasulullah SAW., aku telah mendengar Nabi SAW. bersabda,”Tiada seorang hamba yang diberi amanat rakyat oleh Allah tidak akan merasakan padanya harumnya surga (melainkan tidak mendapat bau surga).”
(Dikeluarkan oleh imam bukhari dalam kitab “Hukum-hukum,” bab:”Orang yang diberi amanat kepemimpinan.”(
Dalam pandangan Islam, seorang pemimpin adalah orang yang diberi amanat oleh Allah SWT. untuk memimpin rakyat, yang di akhirat kelak akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. Pemimpin harus berusaha memosisikan dirinya sebagai pelayan dan pengayom masyarakat. Allah dan Rasul-Nya sangat peduli terhadap hambanya agar terjaga dari kezaliman para pemimpin yang kejam dan tidak bertanggung jawab.
Pemimpin zalim yang tidak mau mengayomi dan melayani rakyatnya diancam tidak akan pernah mencium harumnya surga apalagi memasukinya. Oleh Karena itu, agar kaum muslim terhindar dari pemimpin yang zalim, berhati-hatilah dalam memilih seorang pemimpin. Pemilihan pemimpin harus betul-betul didasarkan pada kualitas, integritas, loyalitas, dan yang paling penting adalah perilaku keagamaanya.
Dalam syarah riyadhus shalihin yang dijelaskan oleh syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, wajib bagi seorang yang memegang tonggak kepemimpinan untuk bersikap lemah lembut kepada rakyatnya, berbuat baik dan selalu memperhatikan kemaslahatan mereka dengan mempekerjakan orang-orang yang ahli dalam bidangnya. Menolak bahaya yang menimpa mereka. Karena seorang pemimpin akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya dihadapan Allah ta’ala.
2.3. Batas Ketaatan Kepada Pemimpin
Ketaatan terhadap seorang pemimpin sangat tinggi dalam agama Islam. Namun, bukan berarti ketaatan yang tanpa batas karena kewajiban taat kepada seorang pemimpin hanyalah dalam hal-hal yang tidak berhubungan dengan kemaksiatan (dosa). Apabila pemimpin memerintahkan bawahnya untuk berbuat dosa, perintah itu tidaklah wajib ditaati, bahkan bawahanya harus mengingatnya.
Dalam kehidupan nyata, tidak jarang terdapat seorang pemimpin menyalahgunakan kekuasaan guna mencapai keinginan dan kepuasan hawa nafsunya. Tidak jarang pula, untuk menggapai cita-citanya tersebut, dia memerintahkan kepada para bawahanya (rakyatnya) untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang sebenarnya dilarang oleh agama. Dengan demikian, Islam melarang untuk menaati perintahnya.
Perintah yang sesuai dengan yang diperintahkan Allah ta’ala maka wajib ditaati. Mereka memerintahkan kemaksiatan, maka tidak perlu mendengarkan dan mentaati mereka apapun yang terjadi jika kamu disiksa oleh mereka disebabkan hal ini (tidak mentaati) maka mereka akan dibalas pada hari kiamat oleh Allah SWT.
Mereka memerintahkan sesuatu yang di dalamnya tidak ada perintah atau larangan syar’i, di dalam hal ini wajib mentaati mereka, jika tidak mentaati termasuk orang-orang yang berdosa, dan penguasa berhak memberi hukuman dengan sesuatu yang mereka pandang sesuai, karena telah melanggar perintah Allah dalam mentaati mereka.
Maka dari itu wajib mendengar dan patuh kepada perintah pemimpinnya, selama yang diperintahkannya itu tidak merupakan perbuatan maksiat. Apabila yang diperintahkan itu merupakan perbuatan maksiat yang tidak dibenarkan oleh syara’, maka rakyat tidak boleh mendengar dan mematuhi perintah itu. Misalnya, pemimpin itu melarang wanita muslim mengenakan jilbab, pemimpin yang menyuruh untuk melakukan perjudian dan masih banyak contoh yang lain.
Kriteria-kriteria pemimpin yang wajib ditaati :
1. Islam.
2. Mengikuti perintah-perintah Allah dsan Rasul-Nya.
3. Menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat munkar.
4. Lebih mementingkan kepentingan umat dari pada kepentingan pribadi.
5. Tidak mendzalimi umat Islam.
6. Memberikan teladan dalam beribadah.

2.4. Tanggung Jawab Seorang Pemimpin

1. Berbuat baik dan bersikap seadil-adilnya terhadap apa yang dipimpinnya dan sebijaksa mungkin dalam melaksanakan tugasnya sesuai perintah Allah SWT.
2. Bersikap jujur dan amanah
3. Bijaksana terhadap apa yang dipimpinnya
4. Melaksanakan tugas kepemimpinannya
5. Bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya
6. Menciptakan keharmonisan atara dirinya dengan yang dipimpinnya.

2.5. Macam-macam Tanggung Jawab

Dikenal jenis-jenis atau macam-macam dari tanggung jawab, yaitu:
1. Tanggung jawab manusia terhadap diri sendiri
Menurut sifatnya manusia adalah makhluk bermoral. Akan tetapi manusia juga seorang pribadi, dan sebagai makhluk pribadi manusia mempunyai pendapat sendiri, perasaan sendiri, angan-angan untuk berbuat ataupun bertindak, sudah barang tentu apabila perbuatan dan tindakan tersebut dihadapan orang banyak, bisa jadi mengundang kekeliruan dan juga kesalahan. Untuk itulah agar maanusia itu dalam mengisi kehidupannya memperoleh makna, maka atas diri manusia perlu diberi Tanggung Jawab
2. Tanggung jawab kepada keluarga
Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung Jawab ini menyangkut nama baik keluarga. Tetapi Tanggung Jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.
3. Tanggung jawab kepada masyarakat
Secara kodrati dari sejak lahir sampai manusia mati, memerlukan bantuan orang lain. Terlebih lagi pada zaman yang sudah semakin maju ini. Secara langsung maupun tidak langsung manusia membutuhkan hasil karya dan jasa orang lain untuk memenuhi segala kebutuhan hidup. Dalam kondisi inilah manusia membutuhkan dan kerjasama dengan orang lain.
Dalam semua ini nampak bahwa dalam mempertahankan hidup dan mengejar kehidupan yang lebih baik, manusia mustahil dapat mutlak berdiri sendiri tanpa bantuan atau kerjasama dengan orang lain. Kesadaran demikian melahirkan kesadaran bahwa setiap manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa yang terbaik bagi orang lain dan masyarakat. Boleh jadi inilah Tanggung Jawab manusia yang utama dalam hidup kaitannya dengan masyarakat.
4. Tanggung jawab terhadap negara atau bangsa
Satu kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individual adalah warga nagara suatu negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat olah norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat semau sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung jawab kepada negara.
5. Tanggung jawab terhadap Tuhan
Manusia ada tidak dengan sendirimya, tetapi merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Dalam mengembangkan dirinya manusia bertingkah laku dan berbuat. Manusia harus bertanggung jawab atas segala perbuatan yang salah itu atau dengan istilah agama atas segala dosanya.4
Dalam kehidupan sehari-hari manusia bersembahyang sesuai dengan perintah Tuhan. Apabila tidak bersembahyang, maka manusia itu harus mempertanggung jawabkan kelalaiannya itu diakhirat kelak.

2.6. Balasan Bagi Perilaku Seorang Pemimpin Terhadap yang Dipimpinnya

Ø Hukuman bagi pemimpin yang menipu rakyat

حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا أَبُو الْْشَْهَبِ عَنْ الْحَسَنِ
قَالَ عَادَ عُبَيْدُ اللََِّّ بْنُ زِيَادٍ مَعْقِلَ بْنَ يَسَارٍ الْمُزنِيَّ فِي
مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ قَالَ مَعْقِلٌ إِن ي مُحَدِ ثُكَ حَدِيثًا
سَمِعْتُهُ مِنْ رَ سُولِ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ عَلِمْتُ
أَنَّ لِي حَيَاةً مَا حَدَّثْتُكَ إِن ي سَمِعْتُ رَسُولَ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللََُّّ رَعِيَّةً يَمُوتُ
يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لرَعِيَّتِهِ إِلََّّ حَرَّمَ اللََُّّ عَلَيْهِ الْجَنَّة 4 
Artinya: “Abu ja’la (ma’qil) bin jasar r.a berkata: saya telah mendengar rasulullah saw bersabda: tiada seorang yang diamanati oleh allah memimpin rakyat kemudian ketika ia mati ia masih menipu rakyatnya, melainkan pasti allah mengharamkan baginya surga.” ( H.R. Bukhari dan Muslim)5
Penjelasan:
Kejujuran adalah modal yang paling mendasar dalam sebuah kepemimpinan. Tanpa kejujuran, kepemimpinan ibarat bangunan tanpa fondasi, dari luar nampak megah namun di dalamnya rapuh dan tak bisa bertahan lama. Begitu pula dengan kepemimpinan, bila tidak didasarkan atas kejujuran orang-orang yang terlibat di dalamnya, maka jangan harap kepemimpinan itu akan berjalan dengan baik. Namun kejujuran di sini tidak bisa hanya mengandalakan pada satu orang saja, kepada pemimpin saja misalkan. Akan tetapi semua komponen yang terlibat di dalamnya, baik itu pemimpinnya, pembantunya, staf-stafnya, hingga struktur yang paling bawah dalam kepemimpnan ini, semisal tukang sapunya, harus menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Hal itu karena tidak sedikit dalam sebuah kepemimpinan, atau sebuah organisasi, terdapat pihak yang jujur namun juga terdapat pihak yang tidak jujur. Bila pemimpinnya jujur namun staf-stafnya tidak jujur, maka kepemimpinan itu juga akan rapuh. Begitu pula sebaliknya.
Namun secara garis besar, yang sangat ditekankan dalam hadis ini adalah seorang pemimpin harus memberikan suri tauladan yang baik kepada pihak-pihak yang dipimpinnya. Suri tauladan ini tentunya harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan pemimpin yang tidak menipu dan melukai hati rakyatnya. Pemimpin yang menipu dan melukai hati rakyat, dalam hadis ini disebutkan, diharamkan oleh Allah untuk mengninjakkan kaki si surga. Meski hukuman ini nampak kurang kejam, karena hanya hukuman di akhirat dan tidak menyertakan hukuman di dunia, namun sebenarnya hukuman “haram masuk surga” ini mencerminkan betapa murkanya allah terhadap pemimpin yang tidak jujur dan suka menipu rakayat.

Ø Surga bagi pemimpin yang adil

حَدَّثَنِي أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ
بْنُ بَشَّارِ بْنِ عُثْمَانَ وَاللَّفْظُ لِْبَِي غَسَّانَ وَابْنِ الْمُثَنَّى
قَالََّ حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ قَتَاد ةَ عَنْ
مُطَ رفِ بْنِ عَبْدِ اللََِّّ بْنِ ال ش خيرِ عَنْ عِيَاضِ بْنِ حِمَارٍ
الْمُجَاشِعِ ي أَنَّ رَسُولَ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَهْلُ
الْجَنَّةِ ثَلََثَةٌ ذُو سُلْطَانٍ مُقْسِطٌ مُتَصَدِ قٌ مُوَفَّقٌ وَرَجُلٌ
رَحِيمٌ رَقِيقُ الْقَلْبِ لِكُ ل ذِي قُرْبَى وَمُسْلِمٍ وَعَفِيفٌ
مُتَعَفِ فٌ ذُو عِيَالٍ
Artinya: “Ijadl bin himar r.a berkata: saya telah mendengar rasulullah SAW. bersabda: orang-orang ahli surga ada tiga macam: raja yang adil, mendapat taufiq hidayat ( dari Allah). Dan orang belas kasih lunak hati pada sanak kerabat dan orang muslim. Dan orang miskin berkeluarga yang tetap menjaga kesopanan dan kehormatan diri.” ( H.R. Muslim).6
6 Soenarto, Ahmad. Terjemahan Riyadus Shalihin. (Jakarta: Pustaka Amin, 1999)
Penjelasan:
Bila yang pertama tadi Allah akan menjamin pemimpin yang berbuat adil dengan jaminan naungan rahmat dari Allah, dan hadis selanjutnya menjamin dengan jaminan mimbar yang terbuat dari cahaya, maka jaminan yang ke tiga ini adalah jaminan sorga. Ketiga jaminan di atas tentunya bukan sekedar jaminan biasa, melainkan semua jaminan itu menunjukkan betapa Islam sangat menekankan pentingnya sikap keadilan bagi seorang peimimpin. Rasulullah SAW. tidak mungkin memberikan jaminan begitu tinggi kepada seseorang kecuali seseorang itu benar-benar dituntut untuk melakukan hal yang sangat ditekankan dalam Islam. Dan keadilan adalah perkara penting yang sangat ditekankan dalam Islam. Oleh karena itu, siapa yang menjunjung tinggi keadilan, niscaya orang tersebut akan mendapat jaminan yang tinggi dari Islam (Allah), baik di dunia, maupun di akhirat.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Semua orang adalah pemimpin yang memiliki tanggung jawab dan akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah SWT. atas kepemimpinannya kelak di akhirat. Setiap orang harus menjadi pemimpin yang paling baik dan harus berlaku adil dalam memimpin rakyatnya sesuai yang diperintahkan oleh Allah SWT. sehingga rakyatnya hidup sejahtera.
Pemimpin zalim yang tidak mau mengayomi dan melayani rakyatnya diancam tidak akan pernah mencium harumnya surga apalagi memasukinya. Maka dari itu, pemimpin harus menjaga kepercayaan yang sudah diberikan kepada rakyatnya untuk menjadi seorang pemimpin.

3.2. Saran
Jika seseorang sudah dipercaya untuk menjadi seorang pemimpin, maka dia harus mampu memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin, bukan hanya dia, kita semua juga harus bertanggung jawab, karena kita juga merupakan pemimpin, yang umumnya pemimpin diri kita sendiri maka. Kita harus mampu membawa atau mengendalikan diri kita dengan baik, karena pada akhirnya semua orang akan diminta pertanggung jawaban apa yang dipimpinnya di akhirat kelak.

DAFTAR PUSTAKA

An Nawawi, Riyadhus Shalihin Dar Al-Kitab Al-Azabi, Mesir 1955
Ash-shiddiqy, TM. Hasby.1986. Mutiara Hadis. Jakarta: Bulan Bintang
Muhammad Fuad Abd Al-Baq’, Al-Lu’lu’ Wa Al-Marzan, Dar Al-Fikr, Beirut.
Rachmat Syafe’i. 2000. Al-Hadis Aqidah, Akhlaq, Sosial, Dan Hukum. Bandung: Pustaka Setia
Soenarto, Ahmad. 1999. Terjemahan Riyadus Shalihin. Jakarta: Pustaka Amin
Suyadi, M.P. 1984. Buku Materi Pokok Ilmu Budaya Dasar. Depdikbud U.T.
1984.
http://imeldablogadress.blogspot.co.id/2016/01/tanggung-jawab-dalam-
kepemimpinan.html http://contohmakalahpai.blogspot.co.id/2015/05/makalah-tanggung-jawab-
kepemimpinan.html


0 komentar:

Posting Komentar